Rumah Zakat Infaq dan Shodaqoh 'RZIS' UGM
Lembaga otonom yang dibentuk oleh civitas (masyarakat) UGM yang bertugas menghimpun dana ummat baik berupa Zakat, Infaq, Sedekah, Wakaf (ZISWAF), dan lain-lain serta menyalurkannya kembali kepada ummat yang berhak menerimanya sesuai syariat. Lembaga Amil Zakat (LAZ) dengan nama Rumah ZIS Civitas UGM dibawah naungan yayasan yang telah didaftarkan di notoris dan mendapat register sebagai LAZ dari Departemen Agama RI.
Artikel Populer
-
Sungguh tidak akan pernah cukup waktu untuk membicarakan perjalanan hidup yang telah diarungi. Banyak sudah warna histori dan kenangan y...
-
Assalamu’alaikum Wr.Wb Nama saya adalah Ratna Yulianti. Saya dilahirkan di Pati pada tanggal 11 Juli 1994. Saya tinggal di s...
-
Assalamu’alykumWarahmatullahi Wabarokatuh. Perkenalkan nama saya Dita Dwi Restuti. Dita, begitulah orang-orang mema...
Minggu, 07 Juli 2013
RENCANA-MU ADALAH YANG TERBAIK UNTUKKU by Ika Widyaningsih
Ika Widyaningsih, itulah nama saya. Saya adalah anak pertama dari pasangan (Alm) Pujiyono dan Tri Wahyuningsih. Saya dilahirkan di Bandung 21 tahun yang lalu. Karena orang tua saya asli Klaten, maka setelah saya lahir orang tua saya memilih kembali pulang ke Klaten dan meninggalkan pekerjaan beliau di Bandung yang sudah bisa dikatakan cukup mapan. Saya memiliki seorang adik laki-laki bernama Dian Widyana.
Setelah pulang kembali ke Klaten, ayah saya kemudian bekerja sebagai pegawai di suatu perusahaan kontraktor di Pekalongan. Sedari saya kecil, saya terbiasa hidup terpisah dengan ayah saya dikarenakan pekerjaan beliau yang tidak menetap di satu kota. Tetapi selalu berpindah-pindah sesuai dengan proyek yang diperoleh. Terkadang beliau sampai harus bekerja di luar jawa dan terpisah jauh dengan keluarga hanya demi menghidupi kami anak-anaknya. Sedangkan ibu saya hanya seorang ibu rumah tangga biasa yang tinggal di rumah untuk mengurusi anak-anaknya.
Sebelum diterima di UGM, sebelumnya saya sudah diterima di salah satu Universitas swasta di Yogyakarta. Namun saya tidak mau membebani orang tua saya dengan biaya kuliah yang mahal. Karena ayah saya sangat menginginkan anak-anaknya bersekolah sampai perguruan tinggi dengan pengharapan anak-anaknya kelak dapat memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan kehidupan orangtuanya maka beliau tetap menginginkan saya kuliah. Maka saya mencoba mengikuti test Ujian Masuk UGM. Beliau rela berkorban membanting tulang tanpa memperhatikan kondisi beliau sendiri untuk dapat membiayai kuliah saya dan biaya hidup untuk keluarga kami. Sampai suatu saat, Tuhan memanggil beliau untuk kembali pada-Nya saat beliau sedang bekerja di Juwana, Pati, padahal saat itu saya baru semester 2 di D3 Penginderaan Jauh dan SIG Sekolah Vokasi UGM. Sepeninggal beliau, kehidupan kami seolah goyah. Karena orang yang menjadi tumpuan kami telah dipanggil kembali oleh Tuhan. Kami harus berjuang demi melanjutkan kehidupan kami. Ibu saya berkerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu. Terkadang saya merasa berat dalam menjalani kehidupan saya, tetapi saya berusaha untuk selalu mensyukuri apa yang terjadi dalam kehidupan saya. Karena saya percaya, Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah untuk kami. Jalan kami masih panjang, dan perjuangan untuk mewujudkan cita-cita beliau melihat anaknya kuliah adalah tanggung jawab saya sebagai anak sulung. Saya harus bisa melanjutkan pendidikan saya agar saya bisa membuat beliau bangga dan tidak mengecewakan beliau.
HIDUP PASTI BERPUTAR by Andri Setyawan – SV Kepariwisataan 2010
Assalamualaikum. wr. wb.
Perkenalkan, saya andri, Saya merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, kakak saya adalah pns telah beristri dan memiliki satu anak,saya memiliki 2 orang adik, satu menempuh kuliah di UNY satu masih sebagai pelajar SMP. Dan saya merupakan salah satu mahasiswa sekolah vokasi UGM jurusan kepariwisataan, saya berlatar belakang dari keluarga yang bisa dibilang cukup, namun itu dulu sebelum ayah saya meninggal dan sebelum keadaan keuangan kelurga berantakan. Saat itu semester 2 ketika ujian akhir semester sedang berlangsung, ayah saya harus rawat inap di rumah sakit selama 5 hari dan akhirnya meninggal karena komplikasi jantung. Telah banyak biaya perawatan yang dikeluarkan saat itu untuk membiayai seluruh failitas biaya rawat inap, obat, peralatan, dan lain sebagainya. Setelah ayah saya meninggal seluruh pembiayan hidup saya dan adik saya yang sedang berkuliah di UNY menjadi tanggung jawab kakak saya, sedangkan untuk biaya adik saya yang terakhir masih diabiayai oleh ibu yang meneruskan usaha ayah saya yang setelah ditinggal beliau semakin merugi. Tidak ingin memberatkan kehidupan kakak saya, mulai semester 3 bulan Februari kalau tidak salah, saya mulai mencari kerja part time di di salah satu agen penjualan tiket pesawat untuk biaya hidup sehari hari dijogja , menjadi kerja part time dalam satu pekerjaan tentu tidak cukup untuk seluruh kebutuhan biaya sehari hari dan biaya dalam perkuliahan, saya pun menyempatkan diri untuk menjadi sales promotion boy pada acara-acara EO ketika saya hari libur atau ketika sednag tidak bekerja part time . Alhamdulillah, untuk biaya kuliah saya mendapatkan beasiswa bop mulai semester 2 hingga semester 5. Namun saya mulai berhenti berkerja pada semester 6 atau semester ini dikarenakan saya fokus untuk praktek kerja lapangan dan menyelesaikan tugas akhir. Untuk biaya hidup semester ini saya mengandalkan dari tabungan saya, namun itu tidak cukup untuk kebutuhan seorang mahasiswa yang sedang melakukan PKL di sebuah hotel Yogyakarta dan membuat tugas akhir.
Aku Mau Sekolah, Aku Mau KULIAH by THOLKHAH MANSHUR Diploma Teknik Mesin 2012
Assalamualaikum
WR. WB.
Nama
saya Tholkhah Manshur, kebanyakan orang yang mengenalku memanggil tholkhah. Nama
yang disepakati dari kedua orang tuaku yaitu Sholihin dan Siti Rosyidah saat
aku lahir di rumahku Margoyoso 08/03 Kalinyamatan Jepara pada tanggal 16 Januari 1994 atau
sekitar 19 tahun silam . Aku berasal dari keluarga besar, maklum saja aku anak
ke-empat dari delapan bersaudara.
Ayahku
seorang yang tegas dalam mendidik anaknya, terutama dalam beribadah. Selain
itu, beliau juga seorang yang bekerja keras. Pekerjaan sebagai buruh bangunan
yang gajinya gak seberapa membuat beliau harus bekerja extra agar dapat
memenuhi kebutuhan keluarga kami. Sebenarnya saya tidak tega melihat itu, ingin
rasanya segera mendapatkan pekerjaan untuk meringankan beban keluarga kami.
Bekerja
tanpa keahlian khusus hanya akan memberatkan diri sendiri, itulah yang membuat
saya berpikir untuk belajar setinggi mungkin. Tentuunya dengan kualitas
pendidikan yang terbaik. Ya, mungkin
lulusan perguruan tinggi akan lebih menambah nilai jual saya. Meskipun dalam
keadaan ekonomi yang pas-pas an aku tetap mau KULIAH.
Dari
kecil aku bisa dibilang sebagai anak yang pandai dan anak yang berkeinginan kuat untuk bisa sekolah di tempat
yang terbaik . Hal itu yang membuat aku keluar dari jalur sekolah yang pernah
di tempati kakak-kakakku. Alhamdulillah orang tua mendukung semua keputusanku
itu. Meskipun terkadang orang tua sulit memenuhi pembayaran sekolah yang harus
dibayarkan.
MAN
2 KUDUS adalah tempat aku menutut ilmu di tingkat SMA. Aku masuk disana supaya
gak hanya ilmu umum yang didapatkan tetapi ilmu agama juga, seperti keinginan
orang tua. Dalam masa-masa kelulusan dan penerimaan untuk masuk kuliah waktu
itu ada SNMPTN Undangan. Sistem yang tebaru SNMPTN Undangan saat itu yang harus
selalu masuk rangking 50% atas di setiap jurusan di semester 3,4 dan 5 membuat
aku tidak masuk kategori yang berhak ikut SNMPTN undangan. Karena di semester 3
aku tidak masuk 50% persen. Maklum, kuota SNMPTN di sekolah kami di penuhi
anak-anak kelas unggulan karena KKM yang berbeda. Menyesalnya saya kenapa tidak
sejak kelas satu aku masuk ke kelas unggulan saja dan baru masuk kelas unggulan
dikelas 3. Jadi teman-temanku sekelas hampir semua ikut SNMPTN Undangan.
PERJUANGAN UNTUK MENCAPAI BANGKU KULIAH by Yesi Listyorini- SV12
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Setelah lulus SMP, saya sudah berkeinginan
untuk masuk SMA favorit di kota saya, disamping karena saya ingin melanjutkan
ke perguruan tinggi, saya juga tidak terlalu cocok di kejuruan. Tetapi saat itu
ibu saya paling menentang jika saya melanjutkan ke SMA, karena jika saya
melanjtukan SMA saya harus melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan hanya akan
membuang-buang biaya. Memang pekerjaan orang tua saya yang hanya seorang
petani, tidak mudah untuk membiayai anak kuliah, apalagi jarak umur kakak saya
yang kedua dengan saya yang tidak terlalu jauh, dan adik saya yang juga sudah
masuk bangku SD. Hampir setiap hari pasti saya menangis karena beradu pendapat
dengan ibu saya. Tapi saat itu masih ada bapak dan kakak saya yang masih
mendukung saya melanjutkan ke-SMA. Memang sebagian besar biaya kuliah kakak
saya adalah dari beasiswa, jadi tentu saja tidak mudah bagi ibu saya langsung
mengijinkan saya kuliah.
Jadi setelah akhirnya ibu saya merestui saya
untuk masuk SMA, saya sudah bertekad bahwa saat kuliah ataupun SMA nanti saya
harus menunjukkan prestasi yang baik, dan mendapatkan beasiswa. Alhamdulillah
selama di SMA, saya tidak pernah keluar dari peringkat 5 beasr di kelas, dan 10
besar sekolah. Saya juga mendapatkan beasiswa yang saya gunakan untuk membayar
uang sekolah saya. Walaupum selama SMA kakak-kakak saya menggunakan sepeda
motor tapi saya tidak pernah menuntut
orang tua saya membelikan sepeda motor untuk pulang pergi sekolah, karena saya
tidak ingin memberatkan orang tua saya. Walaupun setiap hari saya haru
berangkat jam 05.30 karena menggunakan bus, tapi saya tetap bersyukur, karena
itu adalah bagian dari perjuangna saya. Saat kelas 3 SMA saya bercita-cita
melanjutkan ke fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Selain
jalur SNMPTN saya juga mendaftar melalui jalur undangan. Dua-duanya lewat
bidikmisi karena jika saya diterima, akan sangat meringankan beban orang tua, karena
saya tidak perlu lagi membayar uang pendidikan dan saya juga mendapatkan uang
saku.
Ini Cerita Jalan Hidup Saya by Dian Nurhayati
Sewaktu saya berumur 5 tahun, saya telah duduk di bangku SD
kelas 1. Sebenarnya saya belum dibolehkan untuk masuk sekolah karena belum
cukup umur. Namun karena saya sangat ingin segera sekolah akhirnya saya
diijinkan untuk masuk ke kelas 1 SD dengan catatan harus mengulang di tahun
berikutnya,.
Saya sekolah seperti teman yang lain, bedanya saya harus
menempuh jarak 4 KM dengan berjalan kaki untuk menuju sekolah dari tempat
tinggal saya. Cukup jauh memang, tapi itu sudah sekolah SD terdekat dari tempat
saya tinggal.
Setahun berlalu ternyata saya dibolehkan umtuk lanjut ke
kelas 2, katanya saya sudah bisa mengikuti pelajaran seperti teman yang lain.
Hari demi hari berlalu dengan cepat secepat saya belajar di sekolah ini.
Ketika saya duduk di kelas 3, ada satu hal yang tak bisa
saya pahami. Saya tak bisa melihat tulisan di papan tulis jika saya duduk di
bangku barisan belakang. Saat itu saya hanya diam tanpa bilang ke siapa pun.
Sejak saat itu saya berusaha selalu duduk di bangku barisan depan agar bisa
belajar di kelas seperti teman yang lain.
Malangnya, semakin lama mata saya semakin tak bisa membantu
saya belajar di kelas karena dalam jarak cukup dekat pun saya mengalami
kesulitan untuk membaca tulisan di papan tulis. Dengan begitu saya harus
mengejar ketinggalan materi di dalam kelas dengan membaca buku sendiri ketika
di rumah. Sedangkan ketika di kelas saya hanya berusaha mendengarkan penjelasan
dari guru meski tak bisa membaca apa yang guru tulis di papan tulis.
Suatu hari ketika saya kelas 5 SD, saya pernah diminta oleh
seorang guru untuk membaca sebuah kalimat di papan tulis. Dan karena
keterbatasan jarak pandang mata saya, akhirnya saya hanya diam dan tak tahu
harus berbuat apa. Suasana kelas pada saat itu menjadi hening. Saya yakin
banyak teman-teman yang memandang ke arah saya. Sedangkan saya hanya menunduk
dan lagi-lagi diam. Mungkin setelah itu saya bisa berpura-pura baik-baik saja.
Saya masih bisa bersikap biasa saja seakan tak ada masalah apapun. Saya tak
bercerita apa-apa ke siapa pun. Dan saya hanya diam.
Di luar dari sikap diam saya, sejatinya kejadian itu bak
tambaran keras bagi diri saya. Saya benar merasakan keterbatasan yang teramat
vital dalam diri saya. Mata saya tak seperti mata kalian, mata saya berbeda. Menyadari
keterbatasan ini membuat saya down. Namun karena kebodohan saya, tak ada
yang saya lakukan selain tetap diam. Pernah terpikir untuk bilang kepada orang
tua, namun apa daya, saya harus berpikir ulang karena keadaan finansial yang
tidak mendukung.
Saya kembali membiarkan keterbatasan ini mewarnai hari demi
hari. Walaupun tak jarang air mata ikut menghiasi. Sampai waktunya saya lulus
SD, saya belum bilang ke siapa pun tentang mata saya. Saya hanya diam karena
merasa tak pernah menemukan kesempatan yang pas untuk bilang ke orang tua.
Kamis, 04 Juli 2013
Ini kisahku ... by Tri Oktaviani
Okta, begitulah
biasa aku dipanggil, anak kedua dari tiga bersaudara. Aku dibesarkan di tengah
keluarga yang sederhana dan penuh kasih sayang. Ayahku seorang pedagang bakso
dan ibuku seorang penjual jamu, mereka sangat menyayangi kami meskipun tidak
dengan selalu memberikan banyak hadiah seperti yang diterima anak lain. Kasih
sayang dan perhatian yang mereka berikan lebih dari cukup untuk kami. Aku
sangat memahami kesulitan yang dihadapi kedua orang tuaku. Dengan penuh
keikhlasan tanpa pernah sedikitpun mengeluh, mereka berjualan dari pagi hingga
malam untuk memenuhi kebutuhan kami. Sejak kecil aku selalu berusaha untuk
mandiri karena sudah memiliki adik ketika masih TK dan kakakku seorang
laki-laki yang terpaut lima tahun dariku sehingga kami kurang dekat.
Alhamdulillah aku
cukup berprestasi di sekolah, senang sekali rasanya dapat memberi sedikit
kebahagiaan untuk orang tuaku. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk membantu
mereka, hanya berusaha untuk menjadi anak yang baik dan membantu pekerjaan
mereka di rumah.
Sepuluh tahun
yang lalu, ketika aku masih kelas lima SD, ibuku terserang kanker dan diketahui
sudah stadium tiga. Sedih rasanya mengenang hari itu, aku masih kecil dan belum
mengerti apa-apa. Yang aku tahu, ibuku tidak menyerah begitu saja, dengan
segala keterbatasan biaya, ibu dan ayahku tetap berjuang untuk kesembuhan
ibu. Penyakitnya yang sudah terlanjur sangat parah mengharuskannya melakukan
berbagai rangkaiaan pengobatan yang tidak sedikit dan tidak murah. Mulai dari
kemoterapi, operasi hingga radiasi dan segala rasa lelah dan sakit yang tak
terkira, sungguh ibuku tak pernah menyerah. Setiap minggu juga ayahku harus
mengurus kartu jamkesmas karena jika tanpa itu sudah tak mampu lagi ayah
membayar semua pengobatan ibu. Dengan keikhlasan dan perjuangan yang tak pernah
lelah selama kurang lebih dua tahun akhirnya Allah memberi ibu kesembuhan,
senang sekali rasanya waktu itu, ku ingat ketika itu ibu bisa mengantarku di
hari pertamaku masuk SMP.
Namun ternyata
takdir berkata lain, belum genap dua tahun kesembuhan ibuku, ternyata
penyakitnya kambuh kembali dan menyerang paru-paru. Dokter sudah menyerah dan
memasrahkannya pada keluarga. Akhirnya ibu menghembuskan nafas terakhirnya dan
menghadap Allah. Ketika itu aku masih kelas dua SMP dan adikku baru kelas empat
SD. Ayahku yang kemudian menggantikan seluruh peran ibu. Memang berbeda rasanya
tapi aku tahu bahwa ayah menyayangi dan mencintai kami dengan penuh ketulusan.
Kemudian Ayah merantau ke Lampung dan kami akhirnya dititipkan pada nenek di
desa.
Rabu, 03 Juli 2013
Saya berjuang untuk bisa belajar di Universitas Gadjah Mada by Uphas Gia Salis Budidaya Hutan
Saya
adalah salah satu mahasiswa UGM yang sedang berjuang untuk bisa terus belajar
dan mengapai cita-cita menjadi sarjana lulusan UGM. Latar belakang saya berasal
dari keluarga sederhana. Ayah saya bernama Sugiyanto dan Ibu saya bernama
Sugiyati. Nama lengkap saya
adalah Uphas Gia Salis. Saya merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Adik saya bernama Firdaus Gia Amahikar yang usianya beda satu tahun
dengan saya. Kami tinggal di
Dukuh Penggung, Desa Ngagel, Kecamatan Dukuhseti, Kabupaten Pati. Kami tinggal
serumah bersama kakek dan nenek dari ibu. Ayah saya bekerja sebagai reparasi
barang elektronik. Ketika saya berusia 5 tahun ayah meniggal dunia karena sakit
yang kronis. Setelah ayah meninggal, ibu membuka warung untuk menghidupi
keluarga kami. Umur 7 tahun saya masuk SD N 02 Penggung dan lulus pada tahun
2003. Setelah lulus dari saya melanhutkan ke SMP N 01 Tayu. Sejak masuk SMP
saya tinggal bersama nenek dari ayah saya selama 1 tahun. Karena nenek saya
meninggal saya tinggal bersama budhe saya yang bermna Supriati sampai lulus
SMA. Saya lulus SMP N 01 Tayu pada tahun 2006 dan melanjutkan ke SMA N 01 Tayu.
Biaya sekolah ketika di SMP dan SMA berasal dari sanak saudara almarhum ayah
saya dan beasiswa yang ada di sekolah. Ketika tinggal bersama budhe, saya
sering membantunya dalam semua pekerjaannya yaitu berjualan di warung. Selama
di SMA N 01 Tayu saya aktif sebagai pengurus OSIS periode 2007/2008 sebagai
ketua seksi V dan aktif sebagai senior pramuka. Saya lulus SMA N 01 Tayu tahun
2009 dan melanjutkan di UGM. Saya masuk UGM lewat jalur PBUTM yang merupakan
beasiswa yang diberikan UGM kepada siswa yang punya kemampuan akademik tapi
dari keluaga tidak mampu melalui penelusuran bibit unggul.
Selama kuliah di UGM saya tinggal bersama budhe saya yang
ada di Jogja. Kami tinggal di Bumijo Kulon JT I/1120 RT/RW. 037/008 kelurahan
Bumijo Kecamatan Jetis Kota Yogyakarta. Biaya hidup selama di Jogja berasal
dari sepupu saya yang ada di Surabaya dan Paman saya.
Motivasi
saya untuk belajar di UGM adalah: untuk melanjutkan study ke jenjang sarjana yang nantinya bermanfaat di
masa depan. Pada awalnya saya ingin masuk UGM pada jurusan matematika, karena
nila saya dianggap tidak mungkin masuk matematika, saya dianjurkan guru
bimbingan konseling di SMA saya untuk ambil jurusan Budidaya Hutan. Saya
berharap setelah lulus UGM nanti akan bermanfaat bagi orang banyak.
Selasa, 02 Juli 2013
Si Kepala Batu by Siti Yuliana D3 Bahasa Perancis
Nama
saya Siti Yuliana, salah seorang mahasiswi D3 Bahasa Perancis SV UGM angkatan
2012. Saya lahir di Seumira Teunom, tetapi di akta kelahiran ditulis Klaten
karena ayah dan ibu asli Klaten. Ayah berumur sekitar 70 tahun sedangkan ibu 63
tahun. Ayah tidak bekeja, hanya memelihara seekor sapi miik tetangga, tetapi
sekarang sudah bisa mendapat satu bagian sendiri dari hasil memelihara itu. Ibu
bekerja sebagai seorang buruh tani terutama di musim tanam padi. Ibu juga
membiayai hidup kami dengan menggarap sawah warisan kakek seluas sekitar 1.700
meter persegi. Saya anak bungsu dari tiga bersaudara. Pada ahn 2000 saya diajak
ibu pulang ke Klaten karena di Seumira diteror oleh tentara Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) yang tidak suka akan keberadaan para transmigran seperti
keluargaku.
Sejak
SD saya bermimpi untuk kuliah di UGM. Saya ingin penddikan saya bisa lebih
tinggi dari kakak-kakak saya. Untuk dapat mewujudkan hal itu maka saya harus
benar-benar belajar dengan giat. Sejak SD itu pula saya sudah belajar mencari
uang sendiri dengan menjual chiki sepulang dari sekolah. Saya berjualan chiki
hingga lulus SMP.
Setelah
lulus SD saya ingin melanjudkan sekolah ke SMP N 1 Prambanan Klaten. SMP ini
merupakan salah Satu sekolah terfavorit di daerahku yang berstandar Nasonal.
Kondisi orang ekonomi orang tua yang pas-pasan, tentu menjadi salah satu alasan
yang mendasar untuk melarang saya sekolah di SMP N 1 Prambanan Klaten. Tetapi
saya nekat mendaftar di sekolah favorit itu dan akhirnya diterima melalui jalur
tes. Beruntung selama sekolah di SMP N 1 Prambanan itu saya mendapat keringanan
biaya sekolah.
Selulusnya
dari SMP saya dilarang untuk melanjudkan sekolah terlebih sekolah yang saya
inginkan lagi-lagi adalah sekolah erfavorit yaitu di SMA N 1 Klaten yang ada
kelas akselerasinya. Tentu saja orang tua melarang keras. Ketika saya
memohon-mohon pada ibu, ia menyarankan agar saya mohon saran pada kakak
pertama. Seandainya kakak mengizinkan maka ibu pun akan merestui. Beruntung saya
berhasil membujuk kakak untuk mengizinkan saya melanjutkan sekolah ke jenjang
yang lebih tinggi. Tetapi tidak boleh di SMA N 1 Klaten. Dia member pilihan
pada saya yaitu, SMA N Prambanan Klaten
atau SMK N 1 Jogonalan Klaten. Saya memilih SMA N 1 Prambanan karena saya tidak
mau di SMK.
BERMODAL UANG GADAI SEPEDA MOTOR by Wulan Fatimah Rohman Biologi
Aku
adalah anak pertama dari dua bersaudara. Wulan Fatimah Rohman, itulah nama yang
umi dan aba berikan padaku. Berharap anak perempuannya ini bisa mengikuti
jejak-jejak perjuangan hidup Fatimah, putri yang sangat disayangi Rosulullah.
Aku lahir di tengah masyarakat yang bisa dikatakan jauh tertinggal dari
kepedulian akan pendidikan, maka tidak heran bila teman-teman sebayaku saat itu
memilih putus kuliah untuk bekerja serawutan, menikah sangat dini, atau malas
dan akhirnya menjadi momok masyarakat. Lebih dari itu, dusun tempat saya
tinggal tidak jauh dari salah satu tempat lokalisasi terbesar di Kabupaten Banyuwangi, membuat lingkungan
tempat tinggalku stategis untuk sarang tindak asusila.
Sama
halnya dengan aba, umi sangat peduli dengan pendidikanku, “Umi dan aba rela
tidak makan asalkan Wulan tetap lanjut sekolah.” Itu adalah kalimat yang senantiasa
di ucapkan umi dan aba.
Waktu
sangat cepat membawaku menyelesaikan jenjang SMA. Telah ku tanggalkan seragam
abu-abu dan bermimpi menjadi seorang mahasiswa. Tanpa ku utarakan keinginanku
untuk kuliah, umi dan aba pasti menyuruhku menjemput impian itu, walau aku tahu
saat itu perekonomian keluarga kami sedang sulit. Sembari menunggu pengumuman SNMPTN
tulis, aku kembali membuat bros dari kain flanel, usaha yang pernah aku geluti
semasa SMA bersama teman-teman. Keuntungannya aku simpan untuk tambahan biaya
kuliah, yang akhirnya dipakai untuk membeli bubur dan susu adek, ya adekku
masih berumur 2 tahunan saat itu.
Langganan:
Postingan (Atom)