Artikel Populer


Selamat Datang di Blog Resmi RZIS UGM

Senin, 01 Juli 2013

Antara Impian dan Harapan by Refina Arvitiane D3 Kearsipan 2011


Sungguh tidak akan pernah cukup waktu untuk membicarakan perjalanan hidup yang telah diarungi. Banyak sudah warna histori dan kenangan yang telah terpatri di ranah bumi pertiwi, baik gelap maupun terang, baik manis maupun pahit. Namun apabila direnungkan akan sangat berarti menceritakan pengalaman yang pernah dilalui ini dengan harapan mampu menjadi inspirasi bagi orang lain. Harus diakui bahwa setiap sesuatu pasti mempunyai sisi gelap dan terang sendiri-sendiri.
Aku, Refina Arvitiane anak kedua dari Bapak Moh. Ariyanto dan Ibu Vivit Nurohini. Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dengan selisih umur masing-masing yang tidak terlalu berdekatan, alhamdulillah tidak  ada kesulitan serius dalam pembiayaan sekolah kami. Tahun 1999 saat aku memasuki sekolah dasar Bapak bekerja sebagai buruh serabutan, semua pekerjaan dilakukannya demi menghidupi keluarga mulai menjadi debt collector sampai buruh bangunan. Sedangkan Ibu saat itu hanya seorang ibu rumah tangga yang mengurus keluarga. Letak sekolahku waktu itu berbeda kecamatan dari tempat tinggal, hal itu dipilih karena bapak yang dulu bekerja di sekitar Kecamatan Pedan Klaten, setiap pagi Ibu mengantarkan aku dan kakakku dengan sepeda dengan perut buncit karena sedang mengandung.
Namun hal itu tidak berlangsung selama enam tahun, kemudian aku pindah sekolah. Pada kelas lima aku diterima di SD Negeri 1 Ceper Klaten, satu-satunya sedolah dasar di Kabupaten Klaten yang membuka kelas unggulan. Alhamdulillah aku diusulkan oleh Kepala Sekolahnya untuk masuk pada kelas itu, dengan pertimbangan nilai rapor saya sebelumnya. Yang perlu disadari saat itu sebagian besar teman sekelas di kelas berasal dari kalangan menengah ke atas, rasa minder juga sempat muncul namun bapak menegaskan, “kita boleh miskin harta, tapi tidak untuk ilmu.” Bapak memang menekankan kami agar tidak menyia-nyiakan kesempatan dan tidak menyerah pada lingkungan dan keadaan. Tapi permasalahan tidak  selesai sampai disitu, waktu pertama kali masuk Bapak harus dihadapkan dengan pembayaran seragam karena seragam yang digunakan berbeda dengan sekolah dasar yang lain, untuk kelas unggulan menggunakan kemeja lengan panjang, rompi, dasi, dan rok selain itu peralatan praktik seperti crayon, pianika, dan peralatan lain, serta biaya SPP Rp 27.500,00 setiap bulan yang waktu itu relatif mahal bagi murid sekolah dasar. Alhamdulillah,  pada 2005 aku lulus dengan nilai memuaskan dan sebagai bekal melanjutkan sekolah menengah pertama.

Yang akutahu dari keyakinan yang ditanamkan Bapak dan Ibu, mereka tidak pernah menyerah pada keadaan meskipun beban ekonomi yang ditanggung tidak mudah karena harus menyekolahkan ketiga anaknya. Saat aku masuk sekolah menengah pertama, adikku juga memasuki bangku sekolah dasar bukan hal yang mudah waktu itu karena biaya masuk sekolah tidak murah. Saya diterima di SMP Negeri 1 Pedan, sejak kelas tujuh sampai sembilan perjalanan lintas kecamatan aku lewati dengan sepeda. Bapak selalu menjadi motivasi saya untuk menunjukkan aku bisa, alhamdulillah aku selalu mendapat peringkat sepuluh besar sampai tiga besar, selain itu aku juga mengikuti berbagai lomba yang mengantarkan aku pada pengalaman dengan dunia luar waktu itu. Seperti anak-anak lain, kesempatan dan harapan dari kedua orang tua tidak akan  disia-siakan, meskipun tidak dapat seperti teman-teman lain yang terjamin dari segi ekonomi alhamdulillah untuk prestasi aku tidak kalah. Saat kelulusan SMP alhamdulillah saya mendapat peringkat kelulusan yang baik, dan itu menjadi bekal untuk mendapatkan sekolah menengah atas.
Sebenarnya Bapak mengeinginkanku untuk meneruskan sekolah di SMA Negeri 1 Klaten, tetapi saat pengumuman tes aku tidak diterima. Aku melihat kekecewaan pada Bapak, sampai Bapak mendiamkan aku seharian. Kemudian saya mencoba mendaftar lagi ke SMA Negeri 1 Cawas, dengan modal SKHUN akhirnya aku diterima dan terseleksi di kelas unggulan, “alhamdulillah, seperti saat sekolah dasar,” kataku waktu itu tetapi aku tidak memikirkan besarnya biaya yang harus dibayarkan. Bapak mengantarkanku daftar ulang waktu itu, dan Bapak mulai bingung ketika melihat besarnya biaya karena tidak seperti keluarga lain yang mempunyai tabungan pendidikan untuk anaknya, kami tidak punya hanya berbekal tawakal pada Allah SWT. Alhamdulillah, Allah SWT memberikan rahmat-Nya ibu mendapatkan pinjaman untuk biaya masuk sekolah.
Masuk di kelas unggulan tidaklah mudah, kami benar-benar bergelut pada prestasi. Saat kelas X semester dua aku terpilih untuk mewakili sekolah mengikuti OSN atau Olimpiade Sains Nasional untuk mata pelajaran Fisika, meskipun tidak sampai tingkat Nasional kemudian saat kelas XI mewakili sekolah mengikuti OSN sejenis dengan mata pelajaran Biologi. Pada awalnya Bapak masih bisa membayar uang SPP sekitar Rp150.000,00 perbulan meskipun harus menunggak beberapa bulan dan utang sana sini namun saat kelas XII biaya SPP naik menjadi Rp210.000,00 saya masih ingat ketika itu Bapak hanya mampu membayar sebulan pertama, kemudian Bapak berbicara kepada kepala sekolah sehingga alhamdulillah kepala sekolah menyanggupi untuk memberikan kebebasan biaya SPP sehingga aku hanya dibebani membayar buku pelajaran. Saat SMA saya memulai wirausaha dengan berjualan pulsa dengan modal Rp110.000,00 dari simbah, keuntungan dari berjualan pulsa sangat membantu sebagai uang saku karena uang saku dari uang tua hanya cukup sebagai biaya transportasi ke sekolah yang berjarak 20 km dari rumah. Saat kelulusan alhamdulillah aku mendapat nilai rata-rata memuaskan yaitu 9,2.
Ada sebuah ungkapan bahwa dalam mencapai suatu tujuan jangan pernah memikirkan hasil akhirnya namun pikirkan bagaimana kita  memulainya. Begitu juga dengan yang aku lakukan sekarang bermodal keyakinan dan senyuman harap dari orang tua saya berusaha meneruskan jalan ini, Bapak menginginkanku untuk melanjutkan kuliah dengan harapan dapat memperbaiki kondisi keluarga, saya berusaha untuk diterima di perguruan tinggi ikatan dinas agar bebas biaya dan terjamin ketika lulus. Cita-cita yang sudah tersemat dalam hati menjadi praja dari sekolah kepamongan Indonesia almamater STPDN namun setelah melalui beberapa seleksi baik melalui seleksi nasional, ikatan dinas dan melihat kenyataan yang ada bahwa semua kandas ditelan waktu dan kulepaskan mimpi yang tersemat bertahun-tahun di lubuk hatiku.
Dan akhirnya aku putuskan untuk mengikuti UM UGM Gelombang 2 dengan mengambil jurusan D3 Kearsipan dan D3 Manajemen. Pengumuman penerimaan pun datang dengan penuh rasa syukur dan cemas melihat pengumuman UM UGM Diploma tidak terlalu lama detak jantungku berdebar memasukkan nomer pendaftaranku dan Alhamdulillah namaku berada didalamnya dan seketika aku bersujud syukur memanjatkan puji dan syukur kehadapan-NYA.
Aku mulai tertarik mengambil D3 Kearsipan UGM setelah melihat Mbak Galuh orang yang sudah aku anggap sebagai saudara yang merupakan lulusan dari D3 Kearsipan yang saat ini mengabdikan dirinya di Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Banyak omongan-omongan negatif mengenai jurusan ini yang sempat membuyarkan tekat dan membuatku mengurungkan niat. Namun usaha orang  tua untuk mendapatkan biaya sebagai persyaratan daftar ulang membuatku sadar, saat aku dinyatakan diterima orang tuaku langsung tersadar bahwa mereka dihadapkan pada biaya kuliah yang tidak sedikit dan mereka belum menyiapkan uang sedikit pun. Pihak UGM memberikan waktu sekitar sepuluh hari untuk membayar biaya kuliah yang telah dipilih saat pendaftaran sebagai salah satu syarat saat daftar ulang. Orang tuaku sangat memutar otak untuk mendapatkan uang waktu itu karena Bapak saat itu sedang menganggur juga, usaha mereka mulai dari bank satu ke bank lain dengan modal sertifikat tanah warisan namun gagal, sampai pada akhirnya H-1 batas akhir pembayaran ada salah satu saudara menawarkan memberikan pinjaman dengan syarat Bapak harus berusaha memberikan uang saku padaku agar anak tidak terbebani. Ku katakan pada diriku jalan yang ku tempuh untuk dapat masuk disini tidaklah mudah. Mengalami persaingan ketat karena jumlah peserta yang diterima melalui penyaringan gelombang kedua hanya berjumlah 25 orang dari total 100 orang yang menjadi kuota penerimaan gelombang pertama dan kedua. Alhamdulillah semua itu menjadi awal kehidupan perkuliahanku saat ini.
Pencapaianku selama kuliah menurutku adalah saat aku mendapatkan IP tertinggi diantara angkatanku pada semester 1 dengan IP 3,9 tetapi aku menganggap itu sebagai ujian dari Allah SWT bagaiman sikapku saat mendapatkan itu, apakah aku juga akan puas dengan itu, apakah aku akan terus berusaha ataukah sudah puas dengan itu saja. Selain itu aku juga mendapatkan Beasiswa PPA selama empat semester ini dan semoga saja sampai selanjutnya serta mendapatkan bantuan tunjangan hidup dari Rumah Zakat Infaq dan Sodaqoh Univesitas Gadjah Mada yang aku dapat sejak semester dua dan ku ketahui dari temanku Septiana. Aku akan terus berusaha mengembangkan bidang yang saat ini aku tekuni, serta menjadikan amanat orang tua sebagai semangatku dalam mencapai yang aku impikan.

3 komentar:

  1. Kamu keren!

    Tetap semangat, ya.

    BalasHapus
  2. hallo! saya sangat tertarik dengan artikel kakak. kebetulan saya ingin masuk ke d3 kearsipan ugm seperti kakak. bisa tidak memberikan kontak yang bisa dihubungi??? saya ingin bertanya lebih jauh tentang d3 kearsipan ugm.

    BalasHapus