Sungguh
tidak akan pernah cukup waktu untuk membicarakan perjalanan hidup yang telah
diarungi. Banyak sudah warna histori dan kenangan yang telah terpatri di ranah
bumi pertiwi, baik gelap maupun terang, baik manis maupun pahit. Namun apabila
direnungkan akan sangat berarti menceritakan pengalaman yang pernah dilalui ini
dengan harapan mampu menjadi inspirasi bagi orang lain. Harus diakui bahwa
setiap sesuatu pasti mempunyai sisi gelap dan terang sendiri-sendiri.
Aku, Refina
Arvitiane anak kedua dari Bapak Moh. Ariyanto dan Ibu Vivit Nurohini. Sebagai
anak kedua dari tiga bersaudara dengan selisih umur masing-masing yang tidak
terlalu berdekatan, alhamdulillah tidak
ada kesulitan serius dalam pembiayaan sekolah kami. Tahun 1999 saat aku memasuki
sekolah dasar Bapak bekerja sebagai buruh serabutan, semua pekerjaan
dilakukannya demi menghidupi keluarga mulai menjadi debt collector sampai buruh bangunan. Sedangkan Ibu saat itu hanya
seorang ibu rumah tangga yang mengurus keluarga. Letak sekolahku waktu itu
berbeda kecamatan dari tempat tinggal, hal itu dipilih karena bapak yang dulu
bekerja di sekitar Kecamatan Pedan Klaten, setiap pagi Ibu mengantarkan aku dan
kakakku dengan sepeda dengan perut buncit karena sedang mengandung.
Namun hal
itu tidak berlangsung selama enam tahun, kemudian aku pindah sekolah. Pada
kelas lima aku diterima di SD Negeri 1 Ceper Klaten, satu-satunya sedolah dasar
di Kabupaten Klaten yang membuka kelas unggulan. Alhamdulillah aku diusulkan
oleh Kepala Sekolahnya untuk masuk pada kelas itu, dengan pertimbangan nilai
rapor saya sebelumnya. Yang perlu disadari saat itu sebagian besar teman
sekelas di kelas berasal dari kalangan menengah ke atas, rasa minder juga
sempat muncul namun bapak menegaskan, “kita boleh miskin harta, tapi tidak
untuk ilmu.” Bapak memang menekankan kami agar tidak menyia-nyiakan kesempatan
dan tidak menyerah pada lingkungan dan keadaan. Tapi permasalahan tidak selesai sampai disitu, waktu pertama kali
masuk Bapak harus dihadapkan dengan pembayaran seragam karena seragam yang
digunakan berbeda dengan sekolah dasar yang lain, untuk kelas unggulan
menggunakan kemeja lengan panjang, rompi, dasi, dan rok selain itu peralatan
praktik seperti crayon, pianika, dan peralatan lain, serta biaya SPP Rp 27.500,00
setiap bulan yang waktu itu relatif mahal bagi murid sekolah dasar. Alhamdulillah, pada 2005 aku lulus dengan nilai memuaskan
dan sebagai bekal melanjutkan sekolah menengah pertama.
Yang akutahu
dari keyakinan yang ditanamkan Bapak dan Ibu, mereka tidak pernah menyerah pada
keadaan meskipun beban ekonomi yang ditanggung tidak mudah karena harus
menyekolahkan ketiga anaknya. Saat aku masuk sekolah menengah pertama, adikku
juga memasuki bangku sekolah dasar bukan hal yang mudah waktu itu karena biaya
masuk sekolah tidak murah. Saya diterima di SMP Negeri 1 Pedan, sejak kelas
tujuh sampai sembilan perjalanan lintas kecamatan aku lewati dengan sepeda.
Bapak selalu menjadi motivasi saya untuk menunjukkan aku bisa, alhamdulillah aku
selalu mendapat peringkat sepuluh besar sampai tiga besar, selain itu aku juga
mengikuti berbagai lomba yang mengantarkan aku pada pengalaman dengan dunia
luar waktu itu. Seperti anak-anak lain, kesempatan dan harapan dari kedua orang
tua tidak akan disia-siakan, meskipun
tidak dapat seperti teman-teman lain yang terjamin dari segi ekonomi alhamdulillah
untuk prestasi aku tidak kalah. Saat kelulusan SMP alhamdulillah saya mendapat
peringkat kelulusan yang baik, dan itu menjadi bekal untuk mendapatkan sekolah
menengah atas.
Sebenarnya
Bapak mengeinginkanku untuk meneruskan sekolah di SMA Negeri 1 Klaten, tetapi
saat pengumuman tes aku tidak diterima. Aku melihat kekecewaan pada Bapak,
sampai Bapak mendiamkan aku seharian. Kemudian saya mencoba mendaftar lagi ke
SMA Negeri 1 Cawas, dengan modal SKHUN akhirnya aku diterima dan terseleksi di
kelas unggulan, “alhamdulillah, seperti saat sekolah dasar,” kataku waktu itu
tetapi aku tidak memikirkan besarnya biaya yang harus dibayarkan. Bapak
mengantarkanku daftar ulang waktu itu, dan Bapak mulai bingung ketika melihat
besarnya biaya karena tidak seperti keluarga lain yang mempunyai tabungan
pendidikan untuk anaknya, kami tidak punya hanya berbekal tawakal pada Allah
SWT. Alhamdulillah, Allah SWT memberikan rahmat-Nya ibu mendapatkan pinjaman
untuk biaya masuk sekolah.
Masuk di
kelas unggulan tidaklah mudah, kami benar-benar bergelut pada prestasi. Saat
kelas X semester dua aku terpilih untuk mewakili sekolah mengikuti OSN atau
Olimpiade Sains Nasional untuk mata pelajaran Fisika, meskipun tidak sampai
tingkat Nasional kemudian saat kelas XI mewakili sekolah mengikuti OSN sejenis
dengan mata pelajaran Biologi. Pada awalnya Bapak masih bisa membayar uang SPP
sekitar Rp150.000,00 perbulan meskipun harus menunggak beberapa bulan dan utang
sana sini namun saat kelas XII biaya SPP naik menjadi Rp210.000,00 saya masih
ingat ketika itu Bapak hanya mampu membayar sebulan pertama, kemudian Bapak
berbicara kepada kepala sekolah sehingga alhamdulillah kepala sekolah
menyanggupi untuk memberikan kebebasan biaya SPP sehingga aku hanya dibebani
membayar buku pelajaran. Saat SMA saya memulai wirausaha dengan berjualan pulsa
dengan modal Rp110.000,00 dari simbah, keuntungan dari berjualan pulsa sangat
membantu sebagai uang saku karena uang saku dari uang tua hanya cukup sebagai
biaya transportasi ke sekolah yang berjarak 20 km dari rumah. Saat kelulusan
alhamdulillah aku mendapat nilai rata-rata memuaskan yaitu 9,2.
Ada sebuah ungkapan bahwa dalam mencapai suatu tujuan jangan
pernah memikirkan hasil akhirnya namun pikirkan bagaimana kita memulainya. Begitu juga dengan yang aku
lakukan sekarang bermodal keyakinan dan senyuman harap dari orang tua saya
berusaha meneruskan jalan ini, Bapak menginginkanku untuk melanjutkan kuliah
dengan harapan dapat memperbaiki kondisi keluarga, saya berusaha untuk diterima
di perguruan tinggi ikatan dinas agar bebas biaya dan terjamin ketika lulus. Cita-cita yang sudah tersemat dalam hati menjadi praja dari
sekolah kepamongan Indonesia almamater STPDN namun setelah melalui beberapa
seleksi baik melalui seleksi nasional, ikatan dinas dan melihat kenyataan yang
ada bahwa semua kandas ditelan waktu dan kulepaskan mimpi yang tersemat
bertahun-tahun di lubuk hatiku.
Dan akhirnya aku putuskan untuk mengikuti UM UGM Gelombang 2
dengan mengambil jurusan D3 Kearsipan dan D3 Manajemen. Pengumuman penerimaan
pun datang dengan penuh rasa syukur dan cemas melihat pengumuman UM UGM Diploma
tidak terlalu lama detak jantungku berdebar memasukkan nomer pendaftaranku dan
Alhamdulillah namaku berada didalamnya dan seketika aku bersujud syukur
memanjatkan puji dan syukur kehadapan-NYA.
Aku mulai tertarik mengambil D3 Kearsipan UGM setelah
melihat Mbak Galuh orang yang sudah aku anggap sebagai saudara yang merupakan
lulusan dari D3 Kearsipan yang saat ini mengabdikan dirinya di Lembaga
Administrasi Negara Republik Indonesia. Banyak omongan-omongan negatif mengenai
jurusan ini yang sempat membuyarkan tekat dan membuatku mengurungkan niat.
Namun usaha orang tua untuk mendapatkan
biaya sebagai persyaratan daftar ulang membuatku sadar, saat aku dinyatakan
diterima orang tuaku langsung tersadar bahwa mereka dihadapkan pada biaya
kuliah yang tidak sedikit dan mereka belum menyiapkan uang sedikit pun. Pihak
UGM memberikan waktu sekitar sepuluh hari untuk membayar biaya kuliah yang
telah dipilih saat pendaftaran sebagai salah satu syarat saat daftar ulang.
Orang tuaku sangat memutar otak untuk mendapatkan uang waktu itu karena Bapak
saat itu sedang menganggur juga, usaha mereka mulai dari bank satu ke bank lain
dengan modal sertifikat tanah warisan namun gagal, sampai pada akhirnya H-1
batas akhir pembayaran ada salah satu saudara menawarkan memberikan pinjaman
dengan syarat Bapak harus berusaha memberikan uang saku padaku agar anak tidak
terbebani. Ku katakan pada diriku jalan yang ku tempuh untuk dapat masuk disini
tidaklah mudah. Mengalami persaingan ketat karena jumlah peserta yang diterima
melalui penyaringan gelombang kedua hanya berjumlah 25 orang dari total 100
orang yang menjadi kuota penerimaan gelombang pertama dan kedua. Alhamdulillah semua itu menjadi awal kehidupan perkuliahanku
saat ini.
Pencapaianku selama kuliah menurutku adalah saat aku
mendapatkan IP tertinggi diantara angkatanku pada semester 1 dengan IP 3,9
tetapi aku menganggap itu sebagai ujian dari Allah SWT bagaiman sikapku saat
mendapatkan itu, apakah aku juga akan puas dengan itu, apakah aku akan terus
berusaha ataukah sudah puas dengan itu saja. Selain itu aku juga mendapatkan
Beasiswa PPA selama empat semester ini dan semoga saja sampai selanjutnya serta
mendapatkan bantuan tunjangan hidup dari Rumah Zakat Infaq dan Sodaqoh
Univesitas Gadjah Mada yang aku dapat sejak semester dua dan ku ketahui dari
temanku Septiana. Aku akan terus berusaha mengembangkan bidang yang saat ini
aku tekuni, serta menjadikan amanat orang tua sebagai semangatku dalam mencapai
yang aku impikan.
Kamu keren!
BalasHapusTetap semangat, ya.
memang istimewa kamu ini ya.
BalasHapushallo! saya sangat tertarik dengan artikel kakak. kebetulan saya ingin masuk ke d3 kearsipan ugm seperti kakak. bisa tidak memberikan kontak yang bisa dihubungi??? saya ingin bertanya lebih jauh tentang d3 kearsipan ugm.
BalasHapus