Artikel Populer


Selamat Datang di Blog Resmi RZIS UGM

Selasa, 02 Juli 2013

BERMODAL UANG GADAI SEPEDA MOTOR by Wulan Fatimah Rohman Biologi



Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara. Wulan Fatimah Rohman, itulah nama yang umi dan aba berikan padaku. Berharap anak perempuannya ini bisa mengikuti jejak-jejak perjuangan hidup Fatimah, putri yang sangat disayangi Rosulullah. Aku lahir di tengah masyarakat yang bisa dikatakan jauh tertinggal dari kepedulian akan pendidikan, maka tidak heran bila teman-teman sebayaku saat itu memilih putus kuliah untuk bekerja serawutan, menikah sangat dini, atau malas dan akhirnya menjadi momok masyarakat. Lebih dari itu, dusun tempat saya tinggal tidak jauh dari salah satu tempat lokalisasi terbesar di  Kabupaten Banyuwangi, membuat lingkungan tempat tinggalku stategis untuk sarang tindak asusila.

Alhamdulillah, beruntungnya aku ditakdirkan lahir di keluarga yang mengerti tentang agama dan pendidikan. Aba adalah wiraswasta lulusan S1 sedangkan umi lulusan Tsanawiyah yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Umi dan aba sangat memperhatikan perkembanganku tiap detiknya, beliau sangat awas menilik setiap gerak-gerikku. Aba adalah tipe orang yang keras dalam mendidik anak. Jika sedikit saja aku salah, aba akan marah besar. Tapi akhirnya aku bersyukur telah didik keras mulai kecil, karena dunia luar jauh lebih keras dari itu.

Sama halnya dengan aba, umi sangat peduli dengan pendidikanku, “Umi dan aba rela tidak makan asalkan Wulan tetap lanjut sekolah.” Itu adalah kalimat yang senantiasa di ucapkan umi dan aba.

Waktu sangat cepat membawaku menyelesaikan jenjang SMA. Telah ku tanggalkan seragam abu-abu dan bermimpi menjadi seorang mahasiswa. Tanpa ku utarakan keinginanku untuk kuliah, umi dan aba pasti menyuruhku menjemput impian itu, walau aku tahu saat itu perekonomian keluarga kami sedang sulit. Sembari menunggu pengumuman SNMPTN tulis, aku kembali membuat bros dari kain flanel, usaha yang pernah aku geluti semasa SMA bersama teman-teman. Keuntungannya aku simpan untuk tambahan biaya kuliah, yang akhirnya dipakai untuk membeli bubur dan susu adek, ya adekku masih berumur 2 tahunan saat itu.

Malam pengumuman SNMPTN tulis, aku harus ke kota untuk mengakses internet. Subhanallah, alhamdulillah, aku diterima di Fakultas Biologi UGM dengan SPMA Nol. Suara di seberang sana juga tak kalah bahagianya, “Alhamdulillah, Wulan cepat pulang ya.” Kata umi lewat telpon. Sepanjang jalan tak hentinya aku mengucapkan rasa syukur pada Allah. Sesampainya di rumah, aku disambut dengan air mata bahagia umi. Aku tak percaya saat itu aba juga mengeluarkan airmata, hal yang selama ini aku anggap suatu pantangan bagi aba. Keesokan harinya aku langsung melangsungkan nadzar keduaku. Keluargaku sedang dalam euforia kebahagiaan.

Dua hari setelah hari bahagia itu, Pakde datang ke rumah dan menghampiriku yang sedang menyiapkan berkas-berkas untuk registrasi ulang. Beliau berkata, “Nduk (Panggilan orang Jawa untuk anak perempuan), tidakkah sebaiknya kamu tunda dulu kuliahmu tahun ini, kasian umi dan abahmu sedang susah.” Ya Allah, aku bisa merasakan bagaimana kebahagiaanku luruh seketika, aku tak bisa bereaksi apa-apa kecuali airmata yang meluncur deras.

Rupanya hal itu terdengar di telinga aba, usai jamaah sholat magrib aba menghampiriku, “Wulan akan tetap kuliah, aba akan berusaha dan Allah akan memberi jalan, Nduk. Percaya itu.” Aku kembali sesenggukan, “Ini adalah ujian Wulan untuk menuntut ilmu, sabar ya.” Umi menambahkan.

“Seorang ibu, jika meminta anaknya untuk membeli bumbu dapur tentu memberikan pula uang pada anak tersebut. Begitu pula dengan Allah, menuntut ilmu adalah perintah Allah, maka Allah akan memberi jalan untuk niat itu.” Aku menguatkan diri sendiri.

Aku tak akan pernah lupa itu, H-2 keberangkatanku ke Jogja, aba pulang ke rumah dengan wajah sumringah dan satu kalimat keluar dari mulut aba, “Akhirnya Wulan jadi kuliah.” Beberapa detik kemudian aku tahu bahwa uang itu adalah hasil aba menggadaikan sepeda motor.

“Tenang saja, nanti aba akan menebus kembali sepeda itu.” Kata aba dengan senyum yang masih melekat di bibirnya. Lagi-lagi aku tak bisa berkata apapun, “Terima kasih, Aba.”

Dengan uang hasil menggadaikan sepeda motor, aku berangkat ke Jogja meninggalkan umi dan aba, orang yang akan selalu aku rindukan. Aku gemetar ketika pertama kali menginjakkan kaki melewati gerbang utama Universitas Gadjah Mada. Universitas impian sejak pertama aku mendengar namanya. Di sinilah aku belajar, di sinilah aku mengukir nama dalam catatan pendidikan dunia, di sinilah aku akan mewujudkan keinginan umi dan aba.

Sangat senang ketika aku mengikuti serangkaian acara PPSMB Palapa yang berakhir dengan pencetakan rekor MURI, di lanjutkan dengan PPSMB Fakultas dimana aku lebih dekat mengenal biologi dan teman-teman yang akan bersama-sama berjuang denganku sebangai Gamada Biologi 2012.

Bulan pertama, bulan kedua, bulan ketiga, kuliahku lancar. Aku semakin nyaman berada di UGM. Namun, perekonomian keluargaku tidak demikian. Aku harus dengan baik mengatur pengeluaranku setiap harinya. Apalagi ketika aba telpon dan berkata, “Maaf ya, Nduk. Aba masih belum bisa kirim.” Aba tak perlu minta maaf, umi dan aba sudah terlalu banyak berbuat untuk aku. Pikirku dalam hati. Aku mencari-cari peluang beasiswa, tak bosannya aku mengajukan aplikasi beasiswa dan tak lelah aku menunggu pengumuman yang ternyata rezeki belum berpihak kepadaku. Pernah sekali, aku mendapatkan beasiswa aktivis dari KABIOGAMA dan aku gunakan untuk membayar SPP. Selain kuliah, aku membuat seni perjalanan kuliahku dengan bergabung di organisasi, baik tingkat fakultas maupun universitas. Sejak awal kuliah aku juga sudah ikut jadi volunteer di Sekolah Rakyat Kalam dengan bayaran yang tidak tetap, tak masalah bagiku karena niat awal bukan mencari bayaran tapi untuk berbagi.

Untuk memenuhi kebutuhan, aku bekerja sebagai guru les privat. Alhamdulillah, pemilik Sekolah Rakyat Kalam yaitu mantan Dekan Pariwisata UGM dan Dosen LPP menawariku untuk menjaga rumah kontrak beliau yang ada di Jalan Gayam, dekat Jembatan Lempuyangan, dengan dibayar setiap bulan dan gratis tinggal disana.

“Allah melapangkan dirimu agar engkau tidak dalam kesempitan, dan Allah menyempitkan dirimu agar tidak hanyut dalam kelapangan, dan Dia melepaskan dirimu dari keduanya agar engkau tidak menggantungkan kepada sesuatu selain-Nya.” Tak hentinya aku terkagum dengan skenario Allah yang sangat luar biasa.

Angin segar kembali menghampiriku, ketika aku melihat namaku tercantum di pengumuman penerima Beasiswa R-ZIS. Uang yang saya terima bukanlah uang sembarangan, itu adalah uang dari zakat, infaq, shodaqoh banyak orang, jadi saya harus extra hati-hati menggunakannya. Terima kasih dariku untuk R-ZIS yang telah membantuku untuk tetap struggle menjalani kehidupan sabagai mahasiswa. Semoga R-ZIS tetap konsisten memberikan bantuan pendidikan kepada mahasiswa yang membutuhkan dan siapapun yang bergerak di balik beasiswa R-ZIS diberi keberkahan hidup dari Allah. Aamiin.... J

Terkhusus paketan terima kasihku pada umi dan aba yang telah banyak berjuang untukku, kan ku sampaikan pada Allah betapa kalian terlampau baik menjagaku. Bingkisan istimewa terimakasih untuk-Mu Ya Allah, telah menempatkanku di antara orang-orang yang senantiasa menyebut asma-Mu...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar