Artikel Populer


Selamat Datang di Blog Resmi RZIS UGM

Kamis, 04 Juli 2013

Ini kisahku ... by Tri Oktaviani



Okta, begitulah biasa aku dipanggil, anak kedua dari tiga bersaudara. Aku dibesarkan di tengah keluarga yang sederhana dan penuh kasih sayang. Ayahku seorang pedagang bakso dan ibuku seorang penjual jamu, mereka sangat menyayangi kami meskipun tidak dengan selalu memberikan banyak hadiah seperti yang diterima anak lain. Kasih sayang dan perhatian yang mereka berikan lebih dari cukup untuk kami. Aku sangat memahami kesulitan yang dihadapi kedua orang tuaku. Dengan penuh keikhlasan tanpa pernah sedikitpun mengeluh, mereka berjualan dari pagi hingga malam untuk memenuhi kebutuhan kami. Sejak kecil aku selalu berusaha untuk mandiri karena sudah memiliki adik ketika masih TK dan kakakku seorang laki-laki yang terpaut lima tahun dariku sehingga kami kurang dekat.
Alhamdulillah aku cukup berprestasi di sekolah, senang sekali rasanya dapat memberi sedikit kebahagiaan untuk orang tuaku. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk membantu mereka, hanya berusaha untuk menjadi anak yang baik dan membantu pekerjaan mereka di rumah.
Sepuluh tahun yang lalu, ketika aku masih kelas lima SD, ibuku terserang kanker dan diketahui sudah stadium tiga. Sedih rasanya mengenang hari itu, aku masih kecil dan belum mengerti apa-apa. Yang aku tahu, ibuku tidak menyerah begitu saja, dengan segala keterbatasan biaya, ibu dan ayahku tetap berjuang untuk  kesembuhan ibu. Penyakitnya yang sudah terlanjur sangat parah mengharuskannya melakukan berbagai rangkaiaan pengobatan yang tidak sedikit dan tidak murah. Mulai dari kemoterapi, operasi hingga radiasi dan segala rasa lelah dan sakit yang tak terkira, sungguh ibuku tak pernah menyerah. Setiap minggu juga ayahku harus mengurus kartu jamkesmas karena jika tanpa itu sudah tak mampu lagi ayah membayar semua pengobatan ibu. Dengan keikhlasan dan perjuangan yang tak pernah lelah selama kurang lebih dua tahun akhirnya Allah memberi ibu kesembuhan, senang sekali rasanya waktu itu, ku ingat ketika itu ibu bisa mengantarku di hari pertamaku masuk SMP.
Namun ternyata takdir berkata lain, belum genap dua tahun kesembuhan ibuku, ternyata penyakitnya kambuh kembali dan menyerang paru-paru. Dokter sudah menyerah dan memasrahkannya pada keluarga. Akhirnya ibu menghembuskan nafas terakhirnya dan menghadap Allah. Ketika itu aku masih kelas dua SMP dan adikku baru kelas empat SD. Ayahku yang kemudian menggantikan seluruh peran ibu. Memang berbeda rasanya tapi aku tahu bahwa ayah menyayangi dan mencintai kami dengan penuh ketulusan. Kemudian Ayah merantau ke Lampung dan kami akhirnya dititipkan pada nenek di desa.



Ketika aku lulus SMP, ingin sekali dapat melanjutkan sekolah di SMA, tapi ayahku kurang mendukung dengan alasan biaya dan khawatir tidak bisa membiayai kuliahku nantinya, akhirnya aku melanjutkan sekolah di SMK agar dapat langsung bekerja. Namun aku tetap berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Ketika hampir lulus SMK aku mendapat kesempatan untuk SNMPTN Undangan, aku sangat berharap dapat lolos seleksi itu namun memang belum menjadi rezekiku, kemudian aku mencoba untuk ikut PBUTM D3 UGM dan alhamdulillah Allah memberi jalan. Aku diterima dan tidak perlu membayar biaya kuliah. Meskipun begitu hidup di Jogja membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan kasihan ayahku yang bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan kami. Aku mencoba untuk mendaftar beasiswa lain untuk mendapat tunjangan hidup dan meringankan beban ayahku. Namun dari pihak akademik kampus tidak mengizinkan mahasiswa PBUTM untuk mendaftar beasiswa yang ada di UGM dan akupun tidak bisa mendaftar. Alhamdulillah, R-ZIS UGM memberi kami kesempatan untuk mendaftar menjadi penerima tunjangan hidup. Tunjangan yang diberikan R-ZIS UGM sangat membantu kami memenuhi kebutuhan. Kesempatan yang Allah berikan padaku untuk melanjutkan pendidikan di UGM tidak akan ku sia-siakan. Semoga keberadaanku disini dapat memberikan manfaat bukan untuk diriku sendiri tapi juga orang tua dan semua orang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar