Artikel Populer


Selamat Datang di Blog Resmi RZIS UGM

Senin, 01 Juli 2013

Kata Orang,,, Mereka Malaikat by Taufik Nur Hidayat Kehutanan 2010



Hampir genap 3 tahun saya menyandang status mahasiswa di kampus Gadjah Mada. Ya, tahun 2010 menjadi awal yang menyenangkan bagi saya, dan mungkin kebanyakan teman-teman yang berhasil lulus menanggalkan status siswa menengah atas dan menggantinya dengan status mahasiswa. Bagi muda-mudi ini, menyandang status mahasiswa adalah hal yang begitu membanggakan, apalagi di perguruan tinggi terkemuka layaknya Universitas Gadjah Mada. Di tahun itu, mahasiswa baru yang saya termasuk di dalamnya, sempat terpesona oleh euforia sesaat atas kelulusan dan status baru sebagai mahasiswa. Namun, tak selamanya hal tersebut dapat bertahan, di dunia kampus banyak hal baru yang dikenalkan kepada kami tentang bagaimana memandang kehidupan. Tentang carut-marutnya birokrasi, biaya hidup yang mahal, kesenjangan kesejahteraan, sampai –tak bertahan lamanya- status mahasiswa ini. Boleh saja kita berasal dari keluarga kaya, miskin, anak PNS, anak petani, seorang yang jenius, atau seorang yang bejo. Semua orang yang telah tersebut sebelumnya sangat mungkin ditemukan di kampus saya ini. Banyak latar belakang membuat banyak sudut pandang yang kesemuanya terlontar dalam ajang diskusi khas mahasiswa. Itu adalah awal bagaimana saya mulai memandang kisah hidup saya dengan cara yang baru.
Bangganya saya sebagai anak dari pasangan Sarjiman dan Rini Astuti. Bapak adalah lulusan SMEA yang ulet dalam bekerja, pantang menyerah, dan jago bela diri. Beliau beruntung menjadi seorang suami dari ibu saya yang lulusan SMA. Sebenarnya ibu saya ini adalah pernah berstatus mahasiswa, namun karena suatu hal ibu meninggalkan skripsinya sekaligus gelarnya sebagai guru. Walaupun tak mengajar di sekolah, ia telah menjadi tenaga pendidik yang luar biasa selama 21 tahun. Ya, ibu bersama bapak menjadi wali kelas dan kepala sekolah yang senantiasa memberikan ilmunya kepada saya –anaknya, siang maupun malam meskipun tak digaji.
Saat duduk di bangku SD, bapak masih bekerja di pabrik tekstil PT. Texmaco. Pada masa itu, kehidupan keluarga dapat dikategorikan sejahtera. Prestasi saya saat itu cukup bisa dikatakan gemilang, karena sering bercokol di lima besar rangking teratas. Saya masih ingat ketika saya sering ditawari oleh bapak untuk meminta hadiah, dan saya meminta hadiah roti sisir yang manis sebagai plakat prestasi saya. Dari SD kemudian saya diterima di SMP di kota kabupaten, yang menjadi sekolah favorit. Tentu saja rasa senang yang dirasakan, makin beragam teman yang saya temui, makin banyak pengalaman yang dapat.
Masa SMP yang sulit mulai dirasa ketika bapak dijatuhi status PHK oleh pabrik tempatnya bekerja. Pabrik banyak mengurangi karyawannya karena masalah kredit macet yang dialaminya. Alih-alih diberi pesangon yang wajar, pesangon dicicil sehingga membuat resah para karyawan. Hingga tulisan ini dibuatpun masih ada tunggakan pesangon yang belum dibayarkan. Biaya sekolah tiap semester memakan tunai yang tidak sedikit. Belum lagi adik yang sudah memasuki SD. Membuat kedua orang tua memutar otak untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Dan akhirnya diputuskan, saat itu ibu mulai berjualan mi ayam. Walaupun tak menghasilkan banyak, namun hasilnya dapat untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Di saat yang sama, bapak beralih profesi sebagai satpam di pabrik tempatnya dulu bekerja. Alhamdulillah situasi mulai stabil.
Prestasi di SMP juga terhitung lumayan baik, dimana saya masih masuk 10 besar. Saya juga aktif sebagai pengurus OSIS. Banyak lomba yang saya ikuti, beberapa diantaranya adalah lomba PMR, Pramuka, dan Paskibra. Prestasi tersebut mengantarkan saya ke SMA terfavorit di kabupaten. Senang sekaligus risau, karena sekolah ini berbiaya lebih mahal dibandingkan dengan SMP dulu. Namun di awal, biaya yang dikeluarkan lebih murah karena saya masuk melalui jalur tanpa tes. Alhamdulillah.
Dan cobaan pun datang kembali, bapak diberhentikan dari pekerjaannya. Banyak inisiatif yang dilakukan bapak untuk menopang kebutuhan rumah tangganya. Berjualan jajan kemasan, menjadi tukang bangunan, sampai buruh borongan percetakan. Sejak SD sudah menjadi kebiasaan untuk menyisakan uang saku yang diberikan. Hal tersebut cukup membantu jika ada keperluan mendadak. Bagi saya, uang saya adalah milik orang tua, terutama jika ibu yang meminta. Toh, nanti juga akan kembali diberika uang saku tiap harinya. Pernah ketika di kelas XI saya menjadi salah satu anggota PASKIBRAKA Kabupaten Kendal. Yang pasti rasanya bangga, haru, luar biasa. Di saat yang sama persaingan akademis di kelas sangat sengit, karena dominasi teman-teman yang notabene adalah tim olimpiade sains yang sering menjadi juara minimal jawara kabupaten. Yah,, prestasi saya turun bahkan sempat terlempar jauh di peringkat dua puluh lima. Usaha untuk mengejar ketertinggalanpun dilaksanakan. Meskipun hasilnya tetap tak bisa menembus sepuluh besar saat kelas tiga. Saat seminggu sebelum saya dinyatakan lulus ujian nasional, merupakan hari yang istimewa bagi saya karena di hari ulang tahun tersebut, saya diberikan kado oleh Allah SWT sebuah ucapan selamat di halaman web um.ugm.ac.id bahwa saya diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.
Selama menunggu masa registrasi, saya ikut membantu bapak dan ibu menyelesaikan pekerjaan sebagai buruh borongan percetakan. Lumayan, sebulan bisa menghasilkan dua ratus ribu rupiah. Oleh ibu uang tersebut dimasukkan ke dompet saya, ia bilang “Untuk satu bulan kedepan, yo le”. Sedikit tak tega mengingat saya tidak tahu apakah ibu masih punya uang untuk belanja bahan baku berjualan atau tidak.
Singkat cerita, saya pun melewati masa ospek dengan baik. Masa itu adalah ramadhan pertama tidak bersama orang tua. Makan, mencuci, semuanya serba sendiri. Saya tinggal bersama kakek di Bantul untuk mengurangi biaya kos. Dengan penghasilan orang tua kurang dari Rp 600.000,- saya pun mencoba mencari beasiswa untuk meringankan beban orang tua. PPA dan BOP pun pernah saya dapati. Namun semenjak semester tiga, aktivitas yang sangat banyak di fakultas membuat saya merasa terlalu capek untuk pulang-pergi dari Bantul ke kampus. Saya pun beristirahat di tempat yang seadanya, karena beasiswa telah terhenti dan tak cukup untuk menyewa kamar. Mencoba mencari beasiswa pada semester-semester berikutnya, namun selalu hasil seleksi tidak mencantumkan nama saya di dalamnya. Yang paling menyebalkan adalah tidak bisa melamar beasiswa karena lamaran beasiswa sebelumnya masih menggantung –belum mengumumkan penerima beasiswanya- selama setahun.
Pernah mengajar les privat adik-adik SD, ikut beasiswa aktivis, namun kegiatan tersebut saya tidak bisa selaras dengan aktivitas kampus. Alhamdulillah, dua semester terakhir saya menerima beasiswa RZIS UGM, dengan begini saya sangat terbantu karena sejak dari awal saya tidak terlalu mengharapkan uang saku dari orang tua. Yang saya harapkan adalah beasiswa yang lebih besar, untuk memenuhi biaya praktikum yang cukup besar tiap semesternya. Meski banyak aral melintang di Tatap masa depan dengan optimis, semua untuk Allah SWT dan kasih sayang kedua malaikatku di rumah.
sudut kamar takmir masjid Al-Ikhlas Karangbendo, 19 Juni 2013.
                                                               Taufik Nur Hidayat
                                                               10/301696/KT/06769

1 komentar:

  1. Betway Casino App & Download for Android - JTM Hub
    Betway 세종특별자치 출장안마 Online 거제 출장샵 Casino Mobile App ✓ Register at 삼척 출장샵 Betway Casino and enjoy a mobile-friendly site ✓ Bonus and enjoy 통영 출장샵 a 안산 출장샵 mobile application that

    BalasHapus