Hampir genap 3 tahun saya menyandang status mahasiswa di kampus
Gadjah Mada. Ya, tahun 2010 menjadi awal yang menyenangkan bagi saya, dan
mungkin kebanyakan teman-teman yang berhasil lulus menanggalkan status siswa
menengah atas dan menggantinya dengan status mahasiswa. Bagi muda-mudi ini,
menyandang status mahasiswa adalah hal yang begitu membanggakan, apalagi di
perguruan tinggi terkemuka layaknya Universitas Gadjah Mada. Di tahun itu,
mahasiswa baru yang saya termasuk di dalamnya, sempat terpesona oleh euforia
sesaat atas kelulusan dan status baru sebagai mahasiswa. Namun, tak selamanya
hal tersebut dapat bertahan, di dunia kampus banyak hal baru yang dikenalkan
kepada kami tentang bagaimana memandang kehidupan. Tentang carut-marutnya
birokrasi, biaya hidup yang mahal, kesenjangan kesejahteraan, sampai –tak
bertahan lamanya- status mahasiswa ini. Boleh saja kita berasal dari keluarga
kaya, miskin, anak PNS, anak petani, seorang yang jenius, atau seorang yang bejo. Semua orang yang telah tersebut
sebelumnya sangat mungkin ditemukan di kampus saya ini. Banyak latar belakang
membuat banyak sudut pandang yang kesemuanya terlontar dalam ajang diskusi khas
mahasiswa. Itu adalah awal bagaimana saya mulai memandang kisah hidup saya dengan
cara yang baru.
Bangganya saya sebagai anak dari pasangan Sarjiman dan Rini Astuti.
Bapak adalah lulusan SMEA yang ulet dalam bekerja, pantang menyerah, dan jago
bela diri. Beliau beruntung menjadi seorang suami dari ibu saya yang lulusan
SMA. Sebenarnya ibu saya ini adalah pernah berstatus mahasiswa, namun karena
suatu hal ibu meninggalkan skripsinya sekaligus gelarnya sebagai guru. Walaupun
tak mengajar di sekolah, ia telah menjadi tenaga pendidik yang luar biasa
selama 21 tahun. Ya, ibu bersama bapak menjadi wali kelas dan kepala sekolah
yang senantiasa memberikan ilmunya kepada saya –anaknya, siang maupun malam
meskipun tak digaji.
Saat duduk di bangku SD, bapak masih bekerja di pabrik tekstil PT.
Texmaco. Pada masa itu, kehidupan keluarga dapat dikategorikan sejahtera. Prestasi
saya saat itu cukup bisa dikatakan gemilang, karena sering bercokol di lima
besar rangking teratas. Saya masih ingat ketika saya sering ditawari oleh bapak
untuk meminta hadiah, dan saya meminta hadiah roti sisir yang manis sebagai
plakat prestasi saya. Dari SD kemudian saya diterima di SMP di kota kabupaten,
yang menjadi sekolah favorit. Tentu saja rasa senang yang dirasakan, makin
beragam teman yang saya temui, makin banyak pengalaman yang dapat.
Masa SMP yang sulit mulai dirasa ketika bapak dijatuhi status PHK
oleh pabrik tempatnya bekerja. Pabrik banyak mengurangi karyawannya karena
masalah kredit macet yang dialaminya. Alih-alih diberi pesangon yang wajar,
pesangon dicicil sehingga membuat resah para karyawan. Hingga tulisan ini
dibuatpun masih ada tunggakan pesangon yang belum dibayarkan. Biaya sekolah
tiap semester memakan tunai yang tidak sedikit. Belum lagi adik yang sudah
memasuki SD. Membuat kedua orang tua memutar otak untuk menghasilkan
pundi-pundi uang. Dan akhirnya diputuskan, saat itu ibu mulai berjualan mi
ayam. Walaupun tak menghasilkan banyak, namun hasilnya dapat untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari. Di saat yang sama, bapak beralih profesi sebagai
satpam di pabrik tempatnya dulu bekerja. Alhamdulillah situasi mulai stabil.
Prestasi di SMP juga terhitung lumayan baik, dimana saya masih masuk
10 besar. Saya juga aktif sebagai pengurus OSIS. Banyak lomba yang saya ikuti,
beberapa diantaranya adalah lomba PMR, Pramuka, dan Paskibra. Prestasi tersebut
mengantarkan saya ke SMA terfavorit di kabupaten. Senang sekaligus risau,
karena sekolah ini berbiaya lebih mahal dibandingkan dengan SMP dulu. Namun di
awal, biaya yang dikeluarkan lebih murah karena saya masuk melalui jalur tanpa
tes. Alhamdulillah.
Dan cobaan pun datang kembali, bapak diberhentikan dari
pekerjaannya. Banyak inisiatif yang dilakukan bapak untuk menopang kebutuhan
rumah tangganya. Berjualan jajan kemasan, menjadi tukang bangunan, sampai buruh
borongan percetakan. Sejak SD sudah menjadi kebiasaan untuk menyisakan uang
saku yang diberikan. Hal tersebut cukup membantu jika ada keperluan mendadak.
Bagi saya, uang saya adalah milik orang tua, terutama jika ibu yang meminta.
Toh, nanti juga akan kembali diberika uang saku tiap harinya. Pernah ketika di
kelas XI saya menjadi salah satu anggota PASKIBRAKA Kabupaten Kendal. Yang
pasti rasanya bangga, haru, luar biasa. Di saat yang sama persaingan akademis
di kelas sangat sengit, karena dominasi teman-teman yang notabene adalah tim
olimpiade sains yang sering menjadi juara minimal jawara kabupaten. Yah,,
prestasi saya turun bahkan sempat terlempar jauh di peringkat dua puluh lima. Usaha
untuk mengejar ketertinggalanpun dilaksanakan. Meskipun hasilnya tetap tak bisa
menembus sepuluh besar saat kelas tiga. Saat seminggu sebelum saya dinyatakan
lulus ujian nasional, merupakan hari yang istimewa bagi saya karena di hari
ulang tahun tersebut, saya diberikan kado oleh Allah SWT sebuah ucapan selamat
di halaman web um.ugm.ac.id bahwa saya
diterima di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Alhamdulillahi rabbil
‘alamin.
Selama menunggu masa registrasi, saya ikut membantu bapak dan ibu
menyelesaikan pekerjaan sebagai buruh borongan percetakan. Lumayan, sebulan
bisa menghasilkan dua ratus ribu rupiah. Oleh ibu uang tersebut dimasukkan ke
dompet saya, ia bilang “Untuk satu bulan kedepan, yo le”. Sedikit tak tega
mengingat saya tidak tahu apakah ibu masih punya uang untuk belanja bahan baku
berjualan atau tidak.
Singkat cerita, saya pun melewati masa ospek dengan baik. Masa itu
adalah ramadhan pertama tidak bersama orang tua. Makan, mencuci, semuanya serba
sendiri. Saya tinggal bersama kakek di Bantul untuk mengurangi biaya kos.
Dengan penghasilan orang tua kurang dari Rp 600.000,- saya pun mencoba mencari
beasiswa untuk meringankan beban orang tua. PPA dan BOP pun pernah saya dapati.
Namun semenjak semester tiga, aktivitas yang sangat banyak di fakultas membuat
saya merasa terlalu capek untuk pulang-pergi dari Bantul ke kampus. Saya pun
beristirahat di tempat yang seadanya, karena beasiswa telah terhenti dan tak
cukup untuk menyewa kamar. Mencoba mencari beasiswa pada semester-semester
berikutnya, namun selalu hasil seleksi tidak mencantumkan nama saya di dalamnya.
Yang paling menyebalkan adalah tidak bisa melamar beasiswa karena lamaran
beasiswa sebelumnya masih menggantung –belum mengumumkan penerima beasiswanya-
selama setahun.
Pernah mengajar les privat adik-adik SD, ikut beasiswa aktivis,
namun kegiatan tersebut saya tidak bisa selaras dengan aktivitas kampus.
Alhamdulillah, dua semester terakhir saya menerima beasiswa RZIS UGM, dengan
begini saya sangat terbantu karena sejak dari awal saya tidak terlalu
mengharapkan uang saku dari orang tua. Yang saya harapkan adalah beasiswa yang
lebih besar, untuk memenuhi biaya praktikum yang cukup besar tiap semesternya.
Meski banyak aral melintang di Tatap masa depan dengan optimis, semua untuk
Allah SWT dan kasih sayang kedua malaikatku di rumah.
sudut kamar takmir masjid Al-Ikhlas Karangbendo, 19 Juni 2013.
Taufik
Nur Hidayat
10/301696/KT/06769
Betway Casino App & Download for Android - JTM Hub
BalasHapusBetway 세종특별자치 출장안마 Online 거제 출장샵 Casino Mobile App ✓ Register at 삼척 출장샵 Betway Casino and enjoy a mobile-friendly site ✓ Bonus and enjoy 통영 출장샵 a 안산 출장샵 mobile application that